Sabtu, 12 Maret 2011

Sejarah Berdirinya Menara Kudus

Tidak jelas kepastian pendirian menara beserta masjid itu, karena hingga saat ini belum ada yang dapat memberikan keterangan kapan waktu dibangunnya secara jelas. Namun berdasarkan inskripsi para prasasti berukuran bingkai panjang 46 cm dan lebar 30 cm diatas mihrab atau tempat penginapan, menunjukkan bahwa “al-Qodli Ja’far Shodiq mendirikan masjid al-Aqsho dikota Kudus untuk mendekati Allah”, pada tahun 956 H atau 1549 M. Dalam hal ini ada kejanggalan karena memunculkan rentang waktu yang cukup panjang dan pendirian Kerajaan Islam Demak (1478 M) sekitar 71 tahun dan kerajaan Demak sudah beralih kesultanan empat kali dari Raden Ratah, Pati Unus, Sultan Trenggono, Sunan Prawoto, hingga prahara pertumpahan darah antara Arya Panangsang, Sultan Hadirin (suami Ratu Kalinyamat, Jepara), dan Hadiwijaya (Jaka Tingkir, Pajang). Padahal tahun 1549 M adalah masa penobatan Ratu Kalinyamat sebagai Adipati Jepara yang ditandai dengan candra sengkala “ Trus Karya Tataning Bumi “. Tafsiran lain tentang pendirian menara beserta masjidnya ini dikemukakan oleh arkeolog Universitas Indonesia, Prof. Dr. Soetjipto Wirjosuparto, memperkirakan berdasasrkan inskripsi berbentuk Candrasengkala dalam tulisan Jawa Kuno disebuah blandar puncaka atap menara yang berbunyi “Gapura Rusak Ewahing Jagad“ yang menunjukkan gapura (9), rusak (0), ewahing (6), jagad (1) dibaca dari belakang 1609 tahun jawa atau 1685 M. Disinilah yang menerangkan bahwa Masjid Menara Kudus dibangun sebelum tahun 1685 M. Prof. Dr. Soekmono dalam wawancara dengan Sholichin Salam berpendapat bahwa candra sengkala (kata-kata yang mengandung makna angka) bukanlah kata-kata sembarangan, tetapi kata pilihan yang memiliki kata relasi peristiwa besar, semisal perubahan pemerintahan dan lainnya. Kuat dugaan pada (1680-an) terjadi peristiwa besar di Pulau Jawa yang termasuk zaman Kerajaan Mataram pada masa kekeuasaan Sunan Amangkurat Amiral II (1679-1693), yang berpusat di Kartasura. Pada waktu itu, terjadi perlawanan Trunojoyo terhadap Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang membantu kesewenangan Sunan Amangkurat I dan Sunan Amangkutar II. Besarnya pengaruh VOC terhadap Sunan Amangkurat II memungkinkan hasutan untuk menghilangkan pengaruh kalangan “ Giri Kedaton “ dengan menghabisinya. Bisa jadi peristiwa itu perlu diabadikan dengan candra sengkala di Blandar Menara Kudus. Sementara AJ Bernet Kempers memperkirakan bangunan menara dibangun sekitar awal abad ke-16 tetapi diletakkan pada tanda kurung yang dibubuhi tanda tanya. Bangunan Menara Kudus tidak dapat dipisahkan dengan Masjid Menara Kudus (Masjid Al-Aqsho) dan makam Sunan Kudus karena secara geografis – fungsional ketiganya merupakan satu kesatuan inherent dengan sejarah berdirinya Kota Kudus. Nama kota Kudus bersumber dari prasasti di atas mihrab Masjid Menara Kudus yang kiranya berbunyi “ Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Telah mendirikan masjid al-Aqsho ini dan negeri Kudus khalifah pada zaman ulama dari keturunan Muhammad untuk membeli kemuliaan surga yang kekal, untuk mendekati Allah di negeri Kudus, membina masjid al-Manar yang dinamakan al-Aqsho khalifatullah di bumi. Yang agung dan mujtahid yang arif, Kamil Fadhil al-Maksus dengan pemeliharaan al-Qodli Ja’far Shodiq, pada tahun 956 Hijrah Nabi Muhammad “. Berdasarkan keterangan itu, tim sejarah UGM yang diketuai Dr. Djoko Suryo, dan beranggotakan Drs. Djoko Soekiman dan Dr. Inajati Romli beserta keturunan Sunan Kudus pada 1990 merekomendasikan bahwa hari jadi kota Kudus adalah 1 Ramadhan 956 H atau 23 September 1549 M. Rekomendasi itu disahkan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah yang bernomor : 1883/278/1990 tertanggal 7 September 1990. Oleh Prof. RM. NG. Poerbatjaraka, menganggap satu-satunya kota diseluruh tanah Jawa yang menggunakan bahasa Arab adalah Kudus. Ini berawal dari disebutkannya negeri Kudus dalam prasasti diatas mihrab masjid. Dalam cerita masyarakat, dulu Sunan Kudus pergi haji sekaligus memperdalam ilmu agama dan singgah di Baitul Maqdis. Pada suatu masa terjadi wabah penyakit yang menjangkiti hampir seluruh penduduk. Untung dapat ditanggulangi oleh Sunan Kudus, sehingga pihak penguasa memberikan oleh-oleh berupa batu dari Baitul Maqdis, yang kini menjadi prasasti. Namun, oleh Duta Besar Turki untuk Indonesia pada 1989, Mr. M. Inegollu memberitahukan bahwa Baitul Maqdis tersebut bukan di kota Jerussalem, Palestina, tetapi di Aceh. Pada masa kesultanan Aceh pernah berdiri sebuah akademi militer denngan nama Baitul Maqdis yang dilatih oleh delegasi Turki. Akademi militer itu terdiri dari bagian laut dan darat. Bisa jadi memang Ja’far Shodiq menjadi salah satu dari peserta pelatihan tersebut, mengingat bahwa Sunan Kudus adalah Senopati Demak. Jadi, hubungan Aceh dan Demak sudah sangat erat waktu itu, karena didukung catatan historis, Pati Unus pernah membantu Aceh mengusir Portugis dengan memimpin 100 kapal pada 1512 dan 1513.

Tidak ada komentar: